Menelisik Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Selatan Tahun 2014 - Berita - Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan

Whatsapp Pelayanan Jika Ada Gangguan 0813-3378-3485

Kami berkomitmen memberikan Pelayanan Prima sesuai Standar Pelayanan.

Selamat datang di website Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan

Menelisik Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Selatan Tahun 2014

Menelisik Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Selatan Tahun 2014

5 Oktober 2015 | Kegiatan Statistik Lainnya


Keberhasilan pembangunan merupakan suatu keniscayaan yang dilakukan oleh rakyat dan untuk rakyat. Siapapun pelaksana pembangunan selalu kembali pada peran dasarnya yaitu untuk kepentingan rakyat. Saat ini, keberhasilan pembangunan acapkali menjadi tolok ukur dari keberhasilan kebijakan pemerintah bukan keberhasilan subjek maupun objek pembangunan yaitu rakyat. Sehingga pergeseran pemaknaan keberhasilan pembangunan mengecilkan arti pelaku pembangunan yang hanya sebatas pemegang kebijakan. Seyogyanya keberhasilan pembangunan suatu bangsa dapat dipandang secara “holistik” dengan menggabungkan pembangunan material dan spiritual bagi manusianya. Ukuran keberhasilan pembangunan material disajikan dalam berbagai angka indikator seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, persentase kemiskinan, hingga angka ketersediaan infrastruktur.Sedangkan dari sisi spiritual dapat diukur dari persentase kondisi pendidikan, kebebasan beragama, hingga tingkat kebahagiaan rakyat. Tapi pada hakikatnya indikator hanya sebatas potret atau gambaran umum yang telah dicapai dibandingkan dengan kondisi tujuan pembangunan. Tujuan akhir dari pembangunan manusia adalah tingginya kualitas  manusia sebagai kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Lazimnya keberhasilan pembangunan tersebut adalah manusia sejahtera baik secara material maupun spiritual yaitu minimal mampu mengkondisikan manusia tercukupi kehidupan yang  layak (sandang, pangan, papan) serta pendidikan dan kesehatan. 

Lebih luas, pembangunan tersebut merupakan peng”ejawantahan” manusia sebagai khalifatul ardhi (penguasa dunia) yang sama-sama pada pemenuhan kebutuhan untuk hidup yang baik. Menurut United Nation Development Programme (UNDP), pembangunan manusia dirumuskan sebagai upaya perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people) yang terealisasi jika penduduk paling tidak memiliki peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta peluang untuk merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif. Singkatnya, pemenuhan ketiga unsur tersebut sementara ini menunjukkan keberhasilan pembangunan manusia suatu bangsa.

 

 

 

Apa indikator yang tepat?

Makna yang luas terhadap pembangunan tentunya harus mempunyai ukuran tingkat pencapaian, khususnya jika dikaitkan pada level kewilayahan, baik dalam lingkup negara atau hingga tingkat regional yang lebih kecil. Dalam rangka mengukur keberhasilan upaya pembangunan kualitas hidup manusia, maka. pada tahun 1990 UNDP merilis indikator untuk yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indikator ini menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Meskipun tidak mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, namun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) saat ini dinilai paling tepat dalam mengukur dimensi pokok dari pembangunan manusia yang terdiri dari umur panjang dan hidup layak, pengetahuan, dan standar hidup layak.

 

Transformasi IPM metode baru

Sejak dilaunching pertama kali pada tahun 1990, setidaknya sudah empat kali IPM mengalami penyempurnaan dalam metode penghitungannya.Transformasi ini sudah menjadi kesepakatan global dan dengan pemilihan indikator baru diharapkan dapat memotret perkembangan pembangunan manusia dengan lebih tepat.

Dalam penghitungan metode baru, dua dari empat indikator yang selama ini digunakan diganti dengan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan lebih baik. Sedangkan dua indikator lain yang masih dipertahankan adalah Angka Harapan Hidup (AHH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Hanya saja ada sedikit penyesuaian pada RLS, yang terkait dengan penetapan batas usia penduduk yang diamati. Dalam metode baru, batas usia penduduk dinaikkan menjadi 25 tahun, dengan alasan pembangunan baru sepenuhnya dinikmati setelah melewati proses belajar atau sekolah.

Indikator yang pertama diganti adalah Angka Melek Huruf (AMH) yang sudah tidak relevan digunakan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu AMH di sebagian besar daerah sudah tinggi sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Dengan mempertimbangkan alasan tersebut maka AMH diganti dengan indikator Harapan Lama Sekolah (HLS) dimana HLS itu sendiri didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diharapkan dengan menggabungkan angka RLS dan HLS mampu memberikan gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan menangkap perubahan-perubahan yang terjadi.

Indikator berikutnya yang diganti adalah angka Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, yang sudah tidak dapat lagi menggambarkan pendapatan masyarakat suatu wilayah diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. PNB sendiri menggambarkan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik Warga Negara Indonesia (WNI). Nilai ini ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli dimana untuk perhitungan paritas daya beli pada metode baru menggunakan 99 komoditas.

Penghitungan IPM juga harus memperhatikan ketersediaan data sebagai sumber penghitungannya. Tiga dari empat indikator penghitungan IPM menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan oleh BPS secara semesteran, dan hanya indikator AHH yang dihitung dari data proyeksi penduduk hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP2010), yang akan segera dievaluasi  setelah data Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2015 (SUPAS2015) selesai diolah.

Perubahan penghitungan IPM dari metode lama yang berdasarkan rata-rata hitung menjadi metode baru rata-rata ukur menggambarkan salah satu bentuk penyempurnaan penghitungan indikator pembangunan. Bagaimana sisi keilmiahan dari matematika mampu menggambarkan secara proporsional terhadap kondisi sosial kemasyarakatan. Bagaimana tidak? angka IPM metode baru terbentuk dari nilai akar kuadratik dari perkalian indeks pembentuknya, sehingga secara langsung nilainya akan terbobotkan oleh masing-masing nilai indeks pembentuknya. Berbeda dengan metode lama ,nilai indeks pembentuknya yang rendah akan secara otomatis dapat “tertolong” dengan indeks yang tinggi. Penghitungan metode baru memberikan warning tingkat pencapaian pembangunan pada masing-masing faktor pembentuknya.

 

Perkembangan IPM Sumatera Selatan

Secara umum level IPM yang dihitung menggunakan metode baru lebih rendah bila dibandingkan dengan IPM metode lama. IPM Sumatera Selatan pada tahun 2014  sebesar 66,75 yang masih masuk dalam kategori “sedang”,  dan terus mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir.

Hal yang harus menjadi perhatian adalah determinan dari perubahan IPM tersebut, yaitu indikator penyusun IPM. Indikator pertama adalah indikator dari dimensi kesehatan yaitu AHH dimana di Sumatera Selatan AHH pada tahun 2014 sebesar 68,93 dengan indeks 75,27 (indeks ideal sebesar 100) yang berarti saat bayi lahir di Sumatera Selatan, secara rata-rata akan hidup hingga usia 69 tahun. Didukung dengan adanya data di lapangan yang menunjukkan bahwa peran dukun bersalin dalam proses pertolongan persalinan di Sumatera Selatan masih sangat besar yaitu sebesar 11,30 %, yang menduduki urutan ketiga setelah bidan (69,40%) dan dokter (18,69%).

Dilanjutkan dengan indikator kedua dari dimensi pendidikan yang menggunakan HLS dan RLS. HLS Sumatera Selatan pada tahun 2014 sebesar 11,75 tahun dengan indeks 65,28 (indeks ideal sebesar 100), yang berarti secara rata-rata penduduk Sumatera Selatan memiliki harapan untuk sekolah hingga kelas 3 SMA. Sedangkan RLS Sumatera Selatan pada tahun 2014 sebesar 7,66 tahun dengan indeks 51,06 (indeks ideal sebesar 100), yang berarti secara rata-rata penduduk Sumatera Selatan hanya sekolah hingga kelas 2 SMP. Hal ini didukung dengan adanya data di lapangan dimana yang menjadi alasan utama penduduk di Sumatera Selatan tidak atau belum pernah sekolah adalah tidak ada biaya, alasan berikutnya adalah karena bekerja, dan alasan terakhir adalah karena merasa pendidikannya sudah cukup.

Indikator terakhir yaitu dari dimensi standar hidup layak, didapat data pengeluaran per kapita yang menunjukkan secara rata-rata daya beli masyarakat Sumatera Selatan sebesar Rp 9.302.000,00 dengan indeks 67,93 (indeks ideal sebesar 100).

 

Implikasi Kebijakan

Perubahan nilai, itulah salah satu efek perubahan metode penghitungan. Apabila pencapaian pembangunan di masing-masing faktor pembentuknya merata tentunya nilai IPM cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan.  Analisis IPM pun disusun dalam beberapa kategori, mulai dari rendah hingga tertinggi. Akan tetapi pada kenyataannya, pencapaian nilai IPM acapkali menjadi sumber pemeringkatan suatu daerah.  Hal ini dapat menjadi jebakan dalam interpretasi perbandingan pencapaian pembangunan dengan daerah lainnya. Seringkali daerah dengan nilai tertinggi mempunyai kecenderungan merasa lebih baik dalam pencapaian dibandingkan dengan daerah yang lebih rendah. Sejatinya jika pencapaian nilai IPM tinggi tetapi masih dalam kategori yang sama dengan daerah nilai IPM terendah, pencapaian pembangunan di kedua daerah tersebut adalah sama.

Dalam rangka pencapaian pembangunan kualitas manusia, berbagai upaya pemerintah diperlukan baik dari sisi dimensi kesehatan, pendidikan serta standar hidup layak. Peningkatan peran tenaga medis yang berkompeten dalam proses persalinan seperti dokter dan bidan, serta kemudahan akses ke pelayanan kesehatan menjadi fokus dimensi kesehatan. Menilik dimensi pendidikan, perlu dikembangkan program pendidikan kesetaraan yaitu kejar paket A,B, dan C, serta perlu adanya sosialisasi kebijakan sekolah gratis terkhusus daerah pedesaan. Tanpa mengacuhkan standar hidup layak, pemerintah perlu mengupayakan agar harga kebutuhan pokok terkendali, pendistribusian yang lancar serta harga jual komoditas produksi meningkat.

Sebagai indikator, IPM hanyalah sebagai alat yang digunakan untuk mengukur dan membentuk penilaian terhadap kualitas manusia, tapi yang paling penting adalah bagaimana komitmen dan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas hidup manusia dari berbagai dimensi. Sehingga apapun indikator terpilih serta metodologi yang disepakati dunia tidak perlu jadi “momok” dan bukan memberikan rapor merah bagi pemerintah daerah.
Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera SelatanJl. Kapten Anwar Sastro No 1694 Palembang

Sumatera Selatan 30129 Telp (0711) 351665

318456

Email : bps1600@bps.go.id. 

logo_footer

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik