Perkembangan Inflasi/Deflasi Pedesaan di Sumatera Selatan, dan Perbandingan
Inflasi/Deflasi yang terjadi pada wilayah pedesaan, Kota Palembang, dan Kota Lubuk
Linggau
Tahun 2010 – 2014
oleh : Weti Husnah, SE ( Kepala Seksi Statistik Keuangan Dan Harga Produsen BPS Prov. Sumatera Selatan )
1.1.
Perkembangan Laju Inflasi/Deflasi Pedesaan Sumatera Selatan tahun 2010 –
2014
Inflasi/Deflasi merupakan kecenderungan naik atau turunyya harga
barang-barang secara umum dan terjadi secara terus menerus.
Inflasi Pedesaan
menggambarkan perubahan indeks harga konsumen (IHK) di tingkat pedesaan. Indeks
harga konsumen pedesaan diperoleh berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di
daerah pedesaan pada 87 kecamatan yang tersebar pada 11 kabupaten pada wilayah
Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan inflasi/deflasi Kota menggambarkan
perubahan indeks harga konsumen yang terjadi di daerah perkotaan. Untuk
Provinsi Sumatera Selatan penghitungan IHK di tingkat perkotaan baru dilakukan
di dua kota yaitu kota Palembang dan disusul pada tahun 2014 adalah Kota Lubuk
Linggau. Faktor-faktor pennyebab terjadinya inflasi atau
deflasi, antara lain :
1.
Faktor permintaan, Apabila
permintaan meningkat produksi
tetap harga cenderung meningkat, sebaliknya jika permintaan barang menurun harga akan turun.
2.
Persediaan
barang, Berkurangnya persediaan barang akan cenderung mengakibtakan kenaikan
harga sebaliknya meningkatnya persediaan barang akan mengakibatkan turunya
harga.
3.
Persediaan Uang di Masyarakat. Jika persediaan
uang di masyarakat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
barang maka akan dapat menimbulkan
inflasi begitu pula sebaliknya akan mengakibatkan deflasi.
Dalam lima tahun terakhir (2010-2014) inflasi pedesaan cenderung mengalami
peningkatan. Secara kumulatif tahunan pada tahun 2010 inflasi mencapai 7,21
persen, selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 inflasi relative rendah berada dibawah
angka lima persen yaitu masing-masing 3,16 persen dan 4,41 persen. Namun Pada
tahun 2013 inflasi pedesaan meningkat menjadi 6,55 persen dan terus meningkat
hingga mencapai angka 8,40 persen pada tahun 2014. Angka ini merupakan inflasi
tertinggi sepanjang lima tahun terakhir.
Pada tahun
2010 inflasi pedesaan mencapai 7,21 persen.
Secara bulanan infalsi tertinggi terjadi pada bulan Juli 2010 yaitu
sebesar 1,90 persen. Peningkatan inflasi sebesar 1,90 persen tersebut dipengaruhi
oleh meningkatnya inflasi pada semua kelompok pengeluaran terutama kelompok
pengeluaran bahan makanan dan makanan jadi.
Pada tahun 2011 inflasi pedesaan relatif rendah yaitu 3,16 persen.
Angka ini merupakan inflasi terendah selama periode 2010 – 2014. Rendahnya
inflasi ini dipengaruhi oleh adanya penurunan harga atau deflasi yang terjadi
pada bulan Maret, April, Mei dan Desember 2011. Penurunan harga terutama
terjadi pada kelompok bahan makanan.
Pada tahun 2012 inflasi pedesaan Sumatera Selatan mencapai 4,41 persen,
lebih rendah dibanding tahun 2011. Dan bila dilihat secara bulanan, harga di
pedesaan sepanjang tahun 2012 yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan
Desember 2012 mengalami inflasi. Inflasi
tertinggi terjadi pada bulan Januari 2012 yaitu 0,73 persen, angka inflasi ini
dipengaruhi adanya kenaikan harga pada semua kelompok pengeluaran.
Selanjutnya pada tahun 2013 inflasi pedesaan meningkat mencapai 6,55
persen. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli 2015 yaitu sebesar 2,65
persen, peningkatan inflasi ini dipengaruhi oleh adanya kenaikan harga BBM yang
terjadi di bulan Juni dan dampak kenaikannya baru dirasakan pada bulan Juli
2013. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi yang
mencapai 9,30 persen dan kelompok bahan makanan 3,64 persen.
Pada tahun 2014 inflasi pedesaan Sumatera Selatan mencapai 8,40 persen,
angka ini merupakan inflasi tertinggi yang terjadi selama kurun waktu
2010-2014. Secara bulanan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember 2014
yaitu 2,76 persen. Kenaikan inflasi sebesar 2,76 persen tersebut dipicu oleh
adanya kenaikan BBM pada bulan November 2014. Kenaikan harga BBM berdampak
terhadap kenaikan inflasi pada semua kelompok pengeluaran.
1.2. Perbandingan Inflasi
Pedesaan Sumatera Selatan, Inflasi Kota Palembang dan Inflasi Kota Lubuk
Linggau.
Perkembangan Inflasi/Deflasi pada Wilayah Pedesaan di Sumatera Selatan,
|
Kota Palembang dan Kota Lubuk Linggau Tahun 2010 - 2014
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bulan
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Inflasi Pedesaan
|
Inflasi Kota Plg
|
Inflasi Pedesaan
|
Inflasi Kota Plg
|
Inflasi Pedesaan
|
Inflasi Kota Plg
|
Inflasi Pedesaan
|
Inflasi Kota Plg
|
Inflasi Pedesaan
|
Inflasi Kota Plg
|
Inflasi Kota Lubuk Linggau
|
Januari
|
1,47
|
0,61
|
1,08
|
0,82
|
0,73
|
0,17
|
0,50
|
0,64
|
1,26
|
1,07
|
1,36
|
Februari
|
0,57
|
0,28
|
0,16
|
-0,32
|
0,02
|
-0,44
|
0,73
|
0,71
|
0,29
|
-0,24
|
-0,41
|
Maret
|
-0,39
|
-0,31
|
-0,13
|
-0,77
|
0,07
|
0,04
|
0,33
|
0,85
|
-0,15
|
-0,20
|
-0,13
|
April
|
0,11
|
0,01
|
-0,58
|
-0,28
|
0,51
|
0,49
|
-0,19
|
0,04
|
-0,42
|
-0,14
|
-0,59
|
Mei
|
-0,21
|
0,22
|
-0,11
|
0,79
|
0,24
|
0,08
|
-0,24
|
-0,41
|
-0,15
|
-0,03
|
0,37
|
Juni
|
0,75
|
0,95
|
0,46
|
0,65
|
0,58
|
0,69
|
0,71
|
1,18
|
0,64
|
0,54
|
0,47
|
Juli
|
1,90
|
1,40
|
0,93
|
0,70
|
0,68
|
0,46
|
2,65
|
2,92
|
0,92
|
0,89
|
1,72
|
Agustus
|
0,83
|
0,07
|
0,51
|
0,69
|
0,50
|
0,51
|
1,17
|
0,58
|
0,35
|
0,10
|
0,50
|
September
|
0,19
|
1,01
|
0,42
|
0,59
|
0,53
|
-0,29
|
0,47
|
-0,44
|
0,27
|
0,47
|
-0,44
|
Oktober
|
-0,10
|
-0,06
|
0,19
|
0,50
|
0,23
|
0,41
|
0,20
|
0,83
|
0,77
|
0,80
|
1,08
|
November
|
1,06
|
1,16
|
0,25
|
0,02
|
0,15
|
0,24
|
0,29
|
-0,05
|
1,86
|
2,10
|
2,07
|
Desember
|
1,03
|
0,54
|
-0,02
|
0,35
|
0,18
|
0,32
|
-0,07
|
0,04
|
2,76
|
2,75
|
3,03
|
Kumulatif
Tahunan
|
7,21
|
6,02
|
3,16
|
3,74
|
4,41
|
2,72
|
6,55
|
7,04
|
8,40
|
8,38
|
9,34
|
Dalam periode 2010 -
2014, perkembangan inflasi/deflasi di
wilayah pedesaan Sumatera Selatan, Kota Palembang, dan Kota
Lubuk Linggau baik secara bulanan maupun kumulatif tahunan berfluktuatif. Hal ini dipengaruhi adanya kenaikan atau penurunan
harga pada komoditi-komoditi yang tercakup dalam penghitungan harga konsumen
baik pada wilayah pedesaan maupun di wilayah perkotaan yaitu Kota Palembang dan
Kota Lubuk Linggau.
Pada Tahun 2010, secara kumulatif tahunan laju inflasi pedesaan
Sumatera Selatan relatif lebih tinggi dibanding laju inflasi Kota Palembang. Pada
tahun 2010 laju inflasi pedesaan Sumatera Selatan sebesar 7,21 persen lebih
tinggi dibanding inflasi Kota Palembang yaitu 6,02 persen. Bila lihat secara
bulanan, Perbedaan inflasi relatif cukup besar terjadi pada bulan Januari 2010. Pada bulan Januari 2010
inflasi pedesaan 1,47 persen sedangkan inflasi Kota Palembang 0,61 persen. Laju
inflasi pedesaan sebesar 1,47 persen tersebut dipengaruhi oleh adanya kenaikan harga
pada semua kelompok pengeluaran. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok
pengeluaran bahan makanan dan makanan jadi. Sedangkan inflasi Kota Palembang
pada bulan Januari 2010 sebesar 0,61 persen, dipengaruhi oleh kenaikan harga
dihampir semua kelompok pengeluaran kecuali pada kelompok transportasi yang mengalami
deflasi. Inflasi tertinggi terjadi
kelompok bahan makanan dan makanan jadi, sedangkan kelompok transportasi
deflasi 0,21 persen.
Perbedaan perubahan harga terjadi di bulan Mei 2010, pada wilayah
pedesaan Sumatera Selatan harga-harga secara umum mengalami deflasi sebesar
0,21 persen, penurunan harga terjadi pada kelompok pengeluaran bahan makanan,
perumahan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan, Kota Palembang pada periode
yang sama harga-harga secara umum mengalami inflasi sebesar 0,22 persen. Inflasi
terjadi pada kelompok pengeluaran makanan jadi, perumahan, dan sandang.
Kelompok kesehatan, pendidikan, dan transportasi tidak mengalami perubahan
harga, sedangkan bahan makanan mengalami deflasi.
Pada tahun 2011, kumulatif
tahunan Inflasi pedesaan Sumatera Selatan relatif lebih rendah dibanding dengan
inflasi Kota Palembang. Inflasi pedesaan sebesar 3,16 persen, sedangkan inflasi
Kota Palembang 3,74 persen. Pada bulan
Februari dan 2011 terjadi perbedaan perubahan harga, daerah pedesaan Sumatera Selatan
mengalami inflasi sedangkan Kota Palembang mengalami deflasi. Hal ini
dipengaruhi karena pada wilayah pedesaan semua
kelompok pengeluaran mengalami inflasi sedangkan Kota Palembang pada kelompok
pengeluaran bahan makanan dan sandang mengalami deflasi. Sebaliknya, pada bulan
Mei dan Desember 2011, pada daerah pedesaan di Sumatera Selatan mengalami
deflasi sedangkan Kota Palembang terjadi inflasi. Pada Bulan Mei dan Desember 2011,
daerah pedesaan masing-masing mengalami deflasi sebesar 0,11 dan 0,02 persen,
hal ini dipengaruhi adanya penurunan harga pada kelompok pengeluaran bahan
makanan. Sedangkan Kota Palembang pada pada periode yang sama mengalami inflasi
0,79 persen dan 0,02 persen, semua
kelompok pengeluaran mengalami inflasi.
Pada tahun 2012, daerah pedesaan
di Sumatera Selatan mengalami inflasi 4,41 persen lebih tinggi dibanding
inflasi Kota Palembang sebesar 2,72 persen. Secara bulanan, sepanjang tahun
dari bulan Januari sampai dengan Desember 2012, pada wilayah pedesaan mengalami
inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari 2015. Sedangkan Kota Palembang
juga sebagian besar mengalami inflasi kecuali pada bulan Februari dan September
2012. Pada bulan Februari dan September 2012, kota Palembang mengalami deflasi
masing-masing 0,44 persen dan 0,29 persen. Penurunan harga sebesar 0,44 persen
pada Februari 2011, terjadi pada kelompok bahan makanan sedangkan pada bulan
September 2012 penurunan harga terjadi pada kelompok pengeluaran bahan makanan,
perumahan, dan transportasi.
Pada tahun 2013, wilayah pedesaan di Sumatera Selatan mengalami inflasi 6,55
persen, lebih rendah dibanding inflasi Kota Palembang sebesar 7,04 persen. Secara
bulanan, perbedaan perubahan harga antara wilayah pedesaan Sumatera Selatan dan
Kota Palembang terjadi pada bulan April, September, November dan Desember 2013.
Pada bulan April dan Desember 2013 harga-harga secara umum pada wilayah
pedesaan mengalami deflasi yaitu masing-masing deflasi 0,19 persen dan 0,07
persen, sedangkan Kota Palembang pada periode yang sama mengalami inflasi
masing-masing 0,04 persen. Terdeflasinya harga yang terjadi pada bulan April
sebesar 0,19 persen dipengaruhi oleh menurunnya harga pada kelompok pengeluaran
bahan makanan, kesehatan dan transportasi. Sedangkan Kota Palembang mengalami inflasi
0,04 persen, kenaikan harga terjadi dihampir semua kelompok pengeluaran kecuali
pada kelompok bahan makanan dan sandang.
Pada
bulan Desember 2013, wilayah pedesaan mengalami deflasi 0,07 persen, penurunan
harga tejadi pada kelompok bahan makanan, sandang dan kesehatan. Sedangkan Kota
Palembang mengalami inflasi 0,04 persen, kenaikan harga terjadi pada kelompok
makanan jadi, perumahan, dan tranportasi. Kelompok bahan makanan dan sandang
mengalami deflasi, Kelompok pengeluaran
kesehatan dan pendidikan tidak mengalami perubahan harga.
Sebaliknya pada bulan September
dan November 2013, wilayah pedesaan mengalami inflasi, sedangkan Kota Palembang
mengalami deflasi. Pada bulan September 2013, wilayah pedesaan mengalami
inflasi 0,47 persen, semua kelompok pengeluaran mengalami inflasi. Inflasi
tertinggi terjadi pada kelompok perumahan. Sedangkan pada periode yang sama
Kota Palembang mengalami deflasi 0,44 persen, penurunan harga terutama terjadi
pada kelompok pengeluaran bahan makanan, kelompok pengeluaran lainnya mengalami inflasi.
Pada bulan November 2013,
wilayah pedesaan mengalami inflasi sebesar 0,29 persen, kenaikan harga terjadi pada
semua kelompok pengeluaran. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan
jadi. Sedangkan Kota Palembang pada periode yang sama mengalami deflasi 0,05
persen, penurunan harga terjadi pada kelompok bahan makanan dan sandang.
Pada tahun 2014, Inflasi
tertinggi terjadi di Kota Lubuk Linggau yaitu 9,34 persen, disusul oleh inflasi
yang terjadi di wilayah pedesaan sebesar 8,40 persen, dan inflasi Kota
Palembang sebesar 8,38 persen. Bila dilihat secara bulanan pada ketiga wilayah
tersebut, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember 2014. Kenaikan harga
BBM yang terjadi pada bulan November 2014 berdampak terhadap kenaikan harga
pada semua kelompok pengeluaran, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan
inflasi yang mulai terjadi pada bulan November 2014 dan mencapai puncaknya pada
bulan Desember 2014. Pada Bulan Oktober
2014 inflasi pedesaan sebesar 0,77 persen, meningkat menjadi 1,86 persen pada
bulan November 2014, dan terus meningkat pada bulan Desember 2014 menjadi 2,76
persen. Hal ini juga terjadi pada inflasi Kota Palembang dan Kota Lubuk Linggau
yaitu masing-masing dari 0,80 persen dan 1,08 persen pada bulan Oktober 2014,
meningkat menjadi 2,10 persen dan 2,07 persen
di bulan November 2014, dan pada bulan Desember 2014 menjadi 2,75 persen
dan 3,03 persen.
Perbedaan perubahan harga pada
ketiga wilayah tersebut terjadi pada bulan Februari, Mei dan September 2014.
Pada bulan Februari 2014, wilayah pedesaan mengalami inflasi, sedangkan Kota
Palembang dan Kota Lubuk Linggau mengalami deflasi. Wilayah pedesaan pada bulan Februari 2014
mengalami inflasi sebesar 0,29 persen. Inflasi terjadi pada semua kelompok
pengeluaran, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok transportasi. Sebaliknya Kota
Palembang dan Kota Lubuk Linggau mengalami deflasi. Kota Palembang pada bulan Februari 2014
mengalami deflasi sebesar 0,24 persen disebabkan adanya penurunan harga pada
kelompok bahan makanan, dan perumahan, air, listrik dan bahan bakar. Sedangkan Kota Lubuk Linggau mengalami
deflasi sebesar 0,41 persen dipengaruhi oleh adanya penurunan harga pada
kelompok bahan makanan, perumahan, sandang dan kesehatan.
Pada bulan Mei 2014, wilayah pedesaan dan Kota Palembang mengalami
deflasi, sedangkan Kota Lubuk Linggau mengalami inflasi. Pada periode yang sama
wilayah pedesaan mengalami deflasi sebesar 0,15 persen dan Kota Palembang
deflasi 0,03 persen. Deflasi yang terjadi pada kedua wilayah tersebut
dipengaruhi adanya penurunan harga yang terjadi pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Sebaliknya
Kota Lubuk Linggau mengalami inflasi sebesar 0,37 persen, inflasi ini
disebabkan adanya kenaikan harga dihampir semua kelompok pengeluaran kecuali
pada kelompok sandang dan pendidikan yang tidak mengalami perubahan harga.
Pada bulan September 2014, wilayah pedesaan dan Kota Palembang
mengalami inflasi, sedangkan Kota Lubuk Linggau mengalami deflasi. Pada periode
yang sama, wilayah pedesaan dan Kota Palembang mengalami inflasi masing-masing sebesar
0,27 persen dan 0,47 persen , kenaikan harga terjadi di hampir semua kelompok pengeluaran, kecuali
kelompok sandang untuk wilayah pedesaan dan kelompok bahan makanan untuk Kota
Palembang yang mengalami deflasi.